Resensi Novel Roman “ATHEIS” Antara Keyakinan dan Agama Karya Achdijat Karta Miharja

Identitas Buku :

Judul Buku   : Atheis
Penulis          : Achdijat Karta Miharja
Penerbit        : PT Balai Pustaka
Tahun Terbit : Cet. 11 Tahun 1990
Tebal Hal      : 308  Hal

Novel dengan judul atheis ini ditulis oleh Achdiat Karta Mihardja ia lahir di Cibatu, Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911. Berpendidikan AMS-A Solo dan Fakultas Sastra dan Filsafat UI. beliau pernah bekerja sebagai guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dosen Fakultas Sastra UI (1956-1961), dan sejak 1961 hingga pensiun dosen kesusastraan Indonesia pada Australian National University, Canberra, Australia. Achdiat juga pernah menjadi redaktur harian Bintang Timur dan majalah Gelombang Zaman (Garut), Spektra, Pujangga Baru, Konfrontasi, dan Indonesia. Di samping itu, beliau pernah menjadi Ketua PEN Club Indonesia, Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia, anggota BMKN, angggota Partai Sosialis Indonesia, dan wakil Indonesia dalam Kongres PEN Club Internasional di Lausanne, Swiss (1951). Kumpulan cerpennya, Keretakan dan Ketegangan (1956) mendapat Hadiah Sastra BMKN tahun 1957 dan novelnya, Atheis (1949) memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969 (R.J. Maguire menerjemahkan novel ini ke bahasa Inggris tahun 1972) dan Sjuman Djaya mengangkatnya pula ke layar perak tahun 1974) dengan judul yang sama. 

Dalam menulis roman atheis ini achdiat berhasil memotret dan merekam gejolak masyarakat yang terjadi diindonesia pada akhir masa penjajahan belanda sampai zaman jepang. Atheis melukiskan konflik kerohanian yang dialami oleh bangsa kita akibat masuknya berbagai paham filsafat dan paham sosial yang berbenturan sesamanya.

Sinopsis
Novel ini memiliki alur flashback. Novel atheis ini dibuka dengan tibanya kartini dikantor kanpetai, polisi militer jepang kartini mendapat kabar kalau hasan meninggal dunia. Dan cerita berlanjut kebagian kedua dimana seorang jurnalis bertemu dengan hasan dan saat itu keadaan hasan sudah sangat parah. Penyakit TBC yang diderita dan tekanan dalam hidup membuat fisik nya berubah. 

Pada sang jurnalis hasan berkisah bahwa dia sebenarnya ingin sekali menulis sebuah buku, namun dia tidak cukup baik untuk menulis. Maka dia pun menyerahkan naskah yang sudah dibawanya dan sebenarnya naskah tersebut adalah autobiografinya sendiri. Tokoh utamanya bernama hasan seorang pemuda yang dibesarkan oleh keluarga yang taat agama. Ayah dan ibunya adalah penganut agama islam pengikut tarekat (tasawuf). 
Tasawuf adalah paham yang sangat menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian. Biasanya penganut ini hidup sangat sederhana, dan waktunya dipenuhi dengan ritual-ritual keagamaan. Orang tuanya hasan dikaruniai 4orang anak, tapi semuanya meninggal dan yang tersisa hanyalah hasan yang hidup sampai dewasa. Akhirnya ayah dan ibunya mengadopsi anak perempuan yang diberi nama fatimah. Harapan kedua orangtua ini kalausuatu saat nanti hasan dan fatimah akan dinikahkan. Setelah dewasa hasan pergi kebangung hasan bekerja pada pemerintah pendudukan jepang di indonesia.
 
Tanpa diduga hasan bertemu dengan kawan lamanya bernama rusli dan rusli ini adalah penganut marxisme-leninisme yang juga seorang atheis. Kemudia rusli mengundang hasan untuk main kerumahnya dan di rumahnya rusli mengenalkan dengan kartini, seorang perempuan yang sangat mirip dengan cinta pertama hasan. Hasan pun terpanggil hatinya untuk membawa rusli dan kartini kembali ke ajaran agam islam karena itu hasan pun semakin akrab dengan mereka. 

Dalam pergaulannya dengan rusli hasan punberkenalan dengan berbagai macam karakter dengan faham yang berbeda-beda salah satu kenalan baru hasan adalah anwar, eorang penulis yang atheis sekaligus menganut paham nihilisme yaitu paham yang menganut bahwa keberadaan manusia didunia ini tidak memiliki tujuan. Lama kelamaan hasan pun juga terpengaruh dengan pergaulannya dan mulai melupakan agamanya. 

Atheis merupakan sebuah pandangan filosofi yang tidak mempercayai keberadaan tuhan atau dewa-dewi. Tapi dalam novel Atheis ini bukan novel tentang ada tidaknya tuhan, atau benar salahnya agama. Atheis ini adalah novel tentang orang tanpa kemandirian berfikir dan mudah terpengaruh oleh lingkungannya. Terlihat sekali realistisnya yag digambarkan pada tooh hasan yang kesulitan sholat khusyuk dan mudahnya hasan dipengaruhi oleh paham-paham dari lingkungannya. Dan ketika saya membaca novel ini seperti sedang membaca diri sendiri.
 
Kelebihan
Dalam novel ini penggambaran suasana yang sangat jelas jadi membuat pembaca ikut merasakan apa yang sedang dialami oleh tokoh, cerita yang memiliki alur falshback ini di sajikan secara runtut sehingga membuat pembaca mudah mencerna keseluruhan cerita dan novel ini memiliki akhir yang tidak mudah ditebak, selain itu novel ini menyuguhkan cerita realis yang sederhana.

Kekurangan 
Penggunaan gaya bahasa yang menggunakan bahsa ala era 1940-an dan penggunaan bahasa yang bisa dibilang tinggi karena banyak terdapat perumpamaan majas dan beberapa kalimat dalam bahasa belanda yang tidak ada artinya sehingga membuat pembaca kebingungan. Serta terdapat penggunaan kata yang tidak baku dan kesalahan dalam penulisan kata / typo. Dan memiliki cover yang kurang menarik jadi kurang membuat pembaca tertarik untuk membacanya. 

Ulasan 
Sebenarnya terdapat pesan yang sudah dirangkum sendiri oleh Achdiat K. Mihardja dalam dialog antara “aku” dan hasan disepertiga novel ini. Seperti tugas kita sebagai manusia yang paling penting sejak dilahirkan didunia ini adalah hidup itu sendiri. Dan bagaimana kita menjalani hidup yang sempurna adalah bagaimana kita menjaga hubungan dengan sesama makhluk, dengan alam, dengan sang pencipta dan tidak kalah penting adalah dengan diri sendiri. 

Selain itu hal yang mampu menyempurnakan hubungan-hubungan itu adalah rasa kemanusiaan yang berlandaskan pada rasa saling menyayangi, mengasihi, dan mencintai sesama makhluk di dunia ini. Sebab hal-hal itulah yang dasar kehidupan yang paling utama yang harus ada didalam hati kita. Jika itu semua sudah terpenuhi selanjutnya kita gunakan alat yang menjadikan kita pembeda darimakhluk lainnya agar hidup ini lebih sempurna, yaitu akal dan pikiran yang sehat ( Halaman 190-191 ). 

Pesan tersebut ada benarnya karena semua agama didunia pun tidak ada yang tidak mengajarkan untuk mengasihi dan menyayangi sesama makhluk. Apalah arti kita sebagai manusia, meskipun memiliki agama tapi tidak memiliki hal tersebut. Mungkinitu juga yang ingin ditekankan oleh Achdiat K. Mihardja dalam karyannya ini. Novel ini sangat dalam akan pesan moralnya satu hal yang saya tangkap “ Lingkungan pertemanan sangat mempengaruhi pola pikir seseorang “ jadi sangat bagus banget untuk dibaca sampai hari ini. Tapi tidak disarankan untuk dibaca anak-anak karena terdapat beberapa peristiwa kekerasan yang dituliskan secara gamblang, dan terdapat penjabaran mengenai nafsu birahi manusia. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel "Gadis Kretek" karya Ratih Kumala.

Resensi Novel “Anak Semua Bangsa” Karya Pramoedya Ananta Toer