Resensi Novel “Cantik Itu Luka” Karya Eka Kurniawan


Identitas Buku :

 Judul Buku : Cantik Itu Luka

 Penulis : Eka Kurniawan

 Penerbit : PT Gramedia Pustaka   Utama

 Tahun Terbit : 2015 

 Tebal Buku : 479 Hal

Novel Cantik Itu luka karya Eka Kurniawan, seorang penulis sekaligus desainer grafis. Berasal dari indonesia, Eka  Kurniawan  adalah  salah satu  orang  yang terpilih  sebagai  salah  satu  “Global Thinkersnof 2015” dari jurnal Foreign Policy. Eka Kurniawan lahir pada tanggal 28 November 1975. Ia menyelesaikan studi filsafatnya di Universitas Gadjah Mada, yogyakarta tahun 1999. 

Beberapa Karyanya yang sudah terbit adalah empat novel: Cantik itu Luka (2002), Lelaki Harimau (2004), Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas (2014), dan O (2016); empat kumpulan cerita pendek: Corat-coret di Toilet (2000), Gelak Sedih (2005), Cinta Tak Ada Mati (2005), dan Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi (2015); serta satu karya non fiksi: Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis (1999).
 
Debut novel pertamanya, Cantik itu Luka, mendapat tempat tersendiri di hati pembaca Sastra Indonesia. Cantik itu luka pertama kali diterbitkan oleh penerbit Jendela tahun 2002, habis terjual, kemudian diterbitkan lagi penerbit Gramedia Pustaka Utama tahun 2004. Ribeka Ota tertarik untuk menerjemahkannya dalam bahasa Jepang, dan tahun 2006 diterbitkan Shinpu-sha dengan judul Bi Wa Kizu. 

Ada banyak tokoh dalam novel Cantik itu Luka, yaitu lebih dari dua puluh orang. Namun yang masih berkait dengan hubungan keluarga sekitar delapan belas orang. Cantik itu luka menceritakan sebuah keluarga dalam tiga generasi. Generasi pertama adalah generasi Ma Gedik dan Ma Iyang yang kemudian memunculkan tokoh sentral Dewi Ayu sebagai cucu Ma Iyang, generasi kedua adalah generasi Dewi Ayu dengan segala permasalahan yang dihadapi, dan ketiga adalah generasi puteri-puteri Dewi Ayu. 

Beberapa tokoh-tokoh penting dalam Cantik itu luka yaitu Ted Stamler, Ma Iyang, Ma Gedik, Dewi Ayu, Alamanda, Adinda, Maya Dewi, Cantik, Kliwon, Shodanco, Maman Gendeng, Rengganis, Nurul Aini, Krisan.

Tempat yang menjadi Latar utama dalam Cantik itu luka adalah kota Halimunda, sebuah daerah yang menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat. Cerita dalam Cantik itu luka menggunakan dekade waktu yang cukup panjang. Dimulai dari periode waktu saat Belanda masih jaya di Indonesia khususnya di kota Halimunda, saat pendudukan Jepang, munculnya orang-orang komunis, pembantaian komunis, saat Indonesia merdeka, dan beberapa saat setelah itu. 

Dalam novel Cantik itu luka, Eka Kurniawan hobi sekali menggunakan alur sorot balik atau flashback. Dalam keseluruhan cerita maupun dalam tiap babnya, Cantik itu luka selalu dipenuhi dengan pemakaian alur sorot balik tersebut. 

Cantik itu luka diawali dengan kehidupan setelah mati si tokoh utama, yaitu Dewi Ayu. Ia dikisahkan sebagai perempuan pelacur yang meninggal setelah melahirkan anak keempatnya. Ia tidak pernah mengetahui bahwa anak yang diberi nama Cantik ternyata sesuai dengan harapannya sebelum meninggal, yaitu anak yang berwajah buruk rupa. Dewi Ayu meninggal karena keinginannya sendiri, tanpa bunuh diri. Ia ingin mati, dan dua belas hari kemudian keinginan itu terkabul.

Buku ini tidak hanya membahas seputaran kehidupan pelacuran di Indonesia saat zaman tentara-tentara Jepang masih berkeliaran. Ada juga selipan yang cukup kental, tentang paham komunis di Indonesia yang kala itu lumayan berkembang lewat sosok Kliwon. Ada quotes Kliwon yang sangat merepresentasikan sikap para komunis lewat buku ini: “Jika seorang komunis tak punya niat memberontak. Jangan percaya ia komunis.” Begitu ucapannya di halaman 179.

Penokohannya kuat. Setiap tokoh sangat hidup dan berkarakter, apalagi Dewi Ayu dengan humor gelapnya. Selain itu, dia juga berani dan mengerti harus berbuat apa dalam situasi yang sulit. Entah mengapa, tokoh-tokoh lelaki di novel ini kebanyakan digambarkan sebagai orang mesum dan kurangajar. Saya jadi ingin menggeplak mereka. Mungkin sebagai metafora juga. Apa memang orang-orang zaman dulu seperti itu? Entahlah.


Covernya sangat menarik Warnanya perpaduan merah pekat, merah kecoklatan, coklat. Jika diteliti, covernya merepresentasikan isi bukunya: adanya segerombolan anjing, ada seorang perempuan yang berdiri sendirian di tengah kuburan, kemudian ada sekelompk orang yang sedang baku hantam, dan juga ada sepasang kekasih yang sedang di atas perahu di sebuah lautan.

Novel Cantik Itu Luka lumayan padat. Mengulas tentang fenomena sosial di masa itu, tingkah laku masyarakatnya, karma dan kepercayaan akan hal-hal gaib yang masih kental. Dan jangan lupa juga dengan keluarga Dewi Ayu yang menjadi sentralnya. Keluarga yang memiliki banyak masalah gara-gara kisah cinta anehnya.

Bahasa yang digunakan dalam novel ini terasa ceplas-ceplos. Apalagi adegan piiip digambarkan terang-terangan dan lumayan vulgar. Ini agak mengganggu, walaupun memang ditulis sebagai kebutuhan cerita dan tidak sebagai tempelan saja. Saya jadi teringat Haruki Murakami, penulis Jepang yang terkenal itu juga sering menyelipkan adegan piiip sebagai bagian dari cerita. Novel Cantik Itu Luka tidak cocok jika dibaca oleh yang masih di bawah umur.

Pesan yang bisa di ambil dari novel ini yaitu bercermin dari novel ini banyak remaja sekarang yang rela berbuat apapun dem memenuhi kebutuhan hidup dan gaya hidup yang semakin modernvasi tingkah laku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel "Gadis Kretek" karya Ratih Kumala.

Resensi Novel Roman “ATHEIS” Antara Keyakinan dan Agama Karya Achdijat Karta Miharja

Resensi Novel “Anak Semua Bangsa” Karya Pramoedya Ananta Toer